Pengertian Pernikahan Menurut Ajaran Islam

  Pernikahan atau perkawinan ialah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban antara seorang laki-laki denagn seorang perempuan yang bukan mahram. (Beni Ahmad Soebani,2009: 9). Allah SWT berfirman di dalam surat An-Nisa ayat 3:

Artinya:
"Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bila mana kamu mengawininya) maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian, jika kamu takut tidak dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada anak berbuat aniaya." (Q.S. An-Nisa:3)

   Anwar Harjono (1987:220) mengatakan bahwa perkawinan adalah bahasa (Indonesia) yang umum di pakai dalam pengertian yang sama dengan nikah atau zawaj dalam istilah fiqh. Para fuqaha dan mahdzab emapat sepakat bahwa makna nikah atau zawaj adalah suatu akad atau suatu perjanjian yang mengandung arti tentang sahnya hubungan kelamin. Sedangkan perkawinan adalah suatu perjanjian untuk melegalkan hubungan kelamin dan untuk melanjutkan keturunan.
Kata "nikah" berasal dari bahasa Arab yang merupakan masdar atau asal dari kata kerja. Kemudian di terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan perkawinan. Kata "nikah" telah di bakukan menjadi bahasa Indonesia. Oleh karena itu, secara sosial, kata pernikahan di pergunakan dalam berbagai upacara perkawinan. Di samping itu, kata "pernikahan" tampak lebih etis dan agamis di bandingkan dengan kata "perkawinan". Kata perkawinan lebih cocok untuk makhluk selain manusia. (Beni Ahmad Soebani,2009: 9)
Dalam kitab-kitab fiqh, pembahasan pernikahan di masukan dalam suatu bab yang di sebut dengan munakahat, yaitu suatu bagian dari ilmu fiqh yang khusus membahas perkawinan untuk membedakannya dari bab-bab lain dengan masalah yang berbeda. Kata "munakahat" mengandung interaksi dua pelaku atu lebih, sebab perkawinan memang tidak pernah terjadi dengan pelaku tunggal, selamanya melibatkan pasangan, dua jenis pelaku yang berlainan jenis keamin. (Rahmat Hakim, 2000: 11)
   Menurut istilah ilmu fiqh, nikah berarti suatu akad (perjanjian) yang mengandung kebolehan melakukan hubungan seksual dengan memakai lafazh "nikah" atau "tazwij".
   Nikah atau jima', sesuai dengan makna linguistiknya berasal dari kata "al-wath", yaitu bersetubuh atau bersenggama. Nikah adalah akad yang mengandung perbolehan untuk berhubungan seks dengan lafazh "an-nikah"  atau "at-tazwij", artinya bersetubuh, dengan pengertian menikahi perempuan makna hakikatnya menggauli istri dan kata "munakahat" di artikan saling menggauli.
   Pergaulan yang dimaksud bukan hanya berlaku bagi manusia saja, tetapi berlaku pula untuk semua makhluk Allah. Binatang pun melakukan pernikahan. Untuk memperhalus terminologi yang berlaku untuk binatang di gunakan kata "perkawinan", meskipun istilah tersebut tidak mutlak , karena dalam undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan peraturan pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 serta Kompilasi Hukum Islam, tidak di gunakan kata "nikah atau pernikahan" melainkan kata "perkawinan". Hal itu artinya bahwa makna nikah atau kawin berlaku untuk semua yang merupakan aktivitas persetubuhan. Karena kata nikah adalah bahasa Arab, sedangkan kata kawin adalah kata yang berasal dari bahasa Indonesia.
   Abu Zahrah (1975: 19) mengemukakan bahwa perkawinan adalah suatu akad yang menghalalkan hubungan antara seorang pria dan wanita, saling membantu, yang masing-masing mempunyai hak dan kewajiban yang harus di penuhi menurut ketentuan syariat.
   Ikatan perkawinan yang di lakukan denngan jalan akad nikah seperti yang telah di atur oleh Islam adalah suatu ikatan atau suatu janji yang kuat, seperti yang di sebut Al-Quran sebagai mitsaqan ghalidhan sebagimana yang terdapat dalam surat An-Nisa ayat 21:

Artinya:
"bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lainsebagai suami-istri dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dan kamu perjanjian yang kuat." (QS. An-Nisa : 21)
   
   Rumusan definisi di atas mengandung definisi yang pertama, yaitu kebolehan hubungan seksual, juga menyiratkan bahwa perkawinan mengandung aspek hukum aspek ta'awun (gotong royong). Akibatnya, pelaku perkawinan di hadapkan kepada tanggung jawab serta hak-hak yang di milikinya.
    Dari definisi terakhir itu, tampak bahwa esensi perkawinan tidak di titik beratkan kepada masalah biologis semata, melainkan adanya suatu kewajiban untuk mencipakan pergaulan yang harmonis yang di liputi rasa sayang menuju cita-cita bersama.
   Pengertian perkawinan sebagaimana di jelaskan oleh Slamet Abidin dan Aminudin (1999: 10) terdiri atas beberapa definisi, yaitu sebagai berikut:
  1. Ulama Hanafiyah mendefinisikan pernikahan atau perkawinan sebagai suatu akad yang berguna untuk memiliki mut'ah dengan sengaja. Artinya, seorang laki-laki dapat menguasai perempuan dengan seluruh anggota badannya untuk mendapatkan kesenangan dan kepuasan.
  2. Ulama Syafi'iyah mengatakan bahwa perkawinan adalah suatu akad dengan menggunakan lafazh "nikah" atau "zauj", yang menyimpan arti memiliki. Artinya, dengan pernikahan, seseorang dapat memiliki atau mendapatkan kesenangan dan kepuasan.
  3. Ulama Malikiyah menyebutkan bahwa perkawinan adalah suatu akad yang mengandung arti mut'ah untuk mencapai kepuasan dengan tidak mewajibkan adanya harga.
  4. Ulama Hanabilah mengatakan bahwa perkawinan adalah akad dengan menggunakan lafazh "nikah" atau "tazwij" untuk mendapatkan kepuasan, artinya seorang laki-laki dapat memperoleh kepuasan dari seorang perempuan dan sebaliknya. Dalam pengertian di atas terdapat kata-kata milik yang   mengandung pengertian hak untuk memiliki melalui akad nikah. Oleh karena itu, suami-istri dapat saling mengambil manfaat untuk mencapai kehidupan dalam rumah tangganya yang bertujuan membentuk keluarga sakinah mawaddah warahmah di dunia.

   Dari pengertian-pengertian tersebut, ada lima hal mendasar yang secara substansial berkaitan erat dengan pernikahan atau perkawinan yang di lakukan oleh manusia, yaitu sebagai berikut:
  1. Dalam pernikahan terdapat hubungan timbal balik dan hubungan fungsional antara calon mempelai laki-laki dan calon mempelai perempuan.
  2. Dalam pernikahan terdapat kebulatan tekad di antara kedua belah pihak untuk mengucapkan janji suci untuk menjadi pasangan suami-istri.
  3. Dalam pernikahan terdapat hak dan kewajiban suami-istri secara proporsional. 
  4. Dalam pernikahan terdapat hubungan genetik antara pihak suami dan keluarganya dengan pihak istri dan keluarganya.
  5. Dalam pernikahan terdapat harapan dan cita-cita untuk menciptakan generasi yang abadi sehingga anak keturunan akan melanjutkan hubungan silaturahim tanpa batas waktu yang di tentukan.
>Tujuan Pernikahan 
   Faedah yang terbesar dalam pernikahan ialah menjaga dan memelihara perempuan yang bersifat lemah dari kebinasaan. Perempuan dalam sejrah di gambarkan sebaai makhluk yang sekadar pemuas hawa nafsu kaum laki-laki. Perkawinan adalah pranata yang menyebabkan seorang perempuan mendapatkan perlindungan dari suaminya. Keperluan hidupnya wajib di tanggung oleh suaminya. Pernikahan juga berguna untuk memelihara kerukunan anak cucu (keturunan), sebab kalau misalkan tidak dengan pernikahan, anak yang akan dilahirkan tidak tahu siapa yang akan mengurusnya dan siapa yang bertanggung jawab menjaga dan mendidiknya. Nikah juga di pandang sebagai kemaslahatan umum, sebab kalau tidak ada pernikahan, manusia akan mengikuti hawa nafsunya sebagaimana layknya binatang, dan dengan sifat itu akan menimbulkan perselisihan, bencana, dan permusuhan antara sesama manusia, yang mungkin juga dapat menimbulkan pembunuhan yang mahadashyat. Tujuan pernikahan yang sejati dalam Islam adalah pembinaan akhlak manusia dan memanusiakan manusia sehingga hubungan yang terjadi antara dua gender yang berbda dapat membangun kehidupan baru secara sosialdan kultural. Hubungan dalam membangun tersebut adalah kehidupan rumah tangga dan terbentuknya generasi keturunan manusia yang memberikan kemaslahatan bagi masa depan masyarakat dan negara.
    Secara material, sebagaimana di katakan oleh Sulaiman Rasyid (2004), tujuan pernikahan yang dipahami oleh kebanyakan pemuda  dari dahulu sampai sekarang, di antaranya:
1. mengharapkan harta benda,
2. mengharapkan kebangsawanannya,
3. ingin melihat kecantikannya,
4. agama yang budi pekertinya yang baik.
Pertama, harta. Kehendak ini datang baik dari pihak laki-laki maupun dari pihak perempuan. Misalnya ingin menikah dengan dengan seorang hartawan, sekalipun dia tahu bahwa pernikahan itu tidak akan sesuai dengan keadaan dirinya dan kehendak masyarakat. Pandangan ini bukanlah pandangan yang sehat, lebih lagi kalau hal ini terjadi dari pihak laki-laki, sebab hal itu akan menjatuhkan dirinya di bawah pengaruh perempuan denyan hartanya. Padahal Allah telah menjadikan laki-laki sebagai pemimpin bagi kaum perempuan. Sebagaimana Firman Allah SWT:

Artinya:
" Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita.." (Q.S An-Nisa : 4) 

   Sudah jelas kalau misalkan hal itu terjadi maka berlawanan dengan hukum yang Allah tetapkan di dalam surah an-nisa di atas. Adapun Sabda Rosulullah SAW:

Artinya:
" Barang siapa menikahi seorang perempuan karena hartanya niscahya Allah akan melenyapkan harta dan kecantikannya. Dan barang siapa yang menikahi karena agamanya, niscahya Allah akan memberi karunia kepadanya dengan harta dan kecantikannya." (Al-Hadis) 

   Selain itu, ada juga hadis yang menyebutkan:

Artinya:
" Barang siapa menikahi perempuan karena kekayaannya, niscaya tidak akan bertambah kekayaannya, bahkan sebaliknya kemiskinan yang akan di dapatnya."

   Kedua,mengharapkan kebangsawanannya, berarti menginginkan gelar atau pangkat. Ini juga tidak akan memberikan faedahsebagaimana yang di harapkan, bahkan dia akan bertambah hina dan dihinakan, karena kebangsawanan salah seorang di antara suami itu tidak akan berpindah kepada orang lain.

 Sabda Rosulullah SAW :

Artinya:
" barang siapa menikahi perempuan karena kebangsawanannya, niscaya Allah tidak akan menambah, kecuali kehinaan."

  Ketiga, kecantikannya. menikah karena hal ini sedikit lebih baik di bandingkan karena harta dan kebangsawanan sebab harta dapat lenyap dengan cepat, tetapi kecantikan seseorang dapat bertahan sampai tua, asal dia tidak bersifat bangga dan sombong karena kecantikannya itu. Sabda Rasulullah SAW :

Artinya:
" janganlah kamu menikahi perempuan itu karena kecantikannya mungkin akan membawa kerusakan bagi sendiri. Dan janganlah kamu menikahi mereka karena harta mereka, mungkin hartanya itu akan menyebabkan mereka sombong, tetapi nikahilah mereka dengan dasar agamanya. Sesungguhnya hamba sahaya yang hitam lebih baik, asalkan ia beragama." (H.R. Baihaqi)

Keempat, agama dan budi pekerti. Inilah yang patut dan menjadi ukuran untuk pergaulan yang akan kekal, serta menjadi dasar kerukunan dan kemaslahatan rumah tangga serta semua keluarga. Firman Allah SWT :

Artinya :
" Oleh sebab itu, maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)..." (Q.S. An-Nisa : 34)

Sabda Rosulullah SAW :

Artinya :
" Barang siapa menikahi seorang perempuan karena agamanya, niscaya Allah mengaruniainya dengan harta."

    Dari landasan dalil di atas, dapat di ambil pelajaran bahwasannya alangkah baiknya seseorang menikahi perempuan karena agama dan budi pekertinya. Karena sebaik-baik perempuan ialah perempuan yang apabila engkau memandangnya, ia menyenangkanmu, dan jika engkau menyuruhnya, di turutnya perintahmu, dan jika engkau bepergian, dipeliharanya hartamu dan di jaganya kehormatannya.

   Selain itu adapula tujuan substansial dari pernikahan (Beni Ahmad Soebani, 2009: 23) adalah sebagai berikut :
   Pertama, pernikahan bertujuan untuk menyalurkan kebutuhan seksualitas manusia dengan jalan yang di benarkan oleh Allah dan mengendalikan hawa nafsu dengan cara yang terbaik yang berkaitan dengan peningkatan moralitas manusia sebagai hamba Allah.
   Tujuan utama pernikahan adalah menghalalkan hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan. Tujuan ini berkaitan dengan pembersihan moralitas manusia. Akhlak manusia sebelum peradabannya mencapai puncak kemanusiaan hidup bagai binatang. Pergaulan bebas antara sesama jenis bukan masalah yang tabu, melainkan merupakan tontonan sehari-hari. Anehnya lagi, pada zaman modern sekarang ini, pergaulan bebas dan seks tanpa ikatan telah di bela mati-matian oleh kaum liberalis dan sekuler yang mengukur perbuatan mereka denga ukuran seniyang semata-mata kebudayaan yang sarat dengan nafsu syahwat.
   Kedua, tujuan pernikahan adalah mengangkat harkat dan martabat perempuan. Karena dalam sejarah kemanusiaan, terutama pada zaman jahiliyah ketika kedudukan perempuan tidak lebih dari barang dagangan yang setiap saat dapat di perjual belikan, bahkan anak-anak perempuan di bunuh hidup-hidup karena di pandang tidak berguna bagi ekonomi.
   Oleh sebab itu, dengan adanya pernikahan menjadikan kaum laki-laki dan perempuan di pandang sama dan tidak ada diskriminasi lagi. Bahkan kaum perempuan seharusnya lebih di pandang berjasa. Karena dengan adanya perempuan kita bisa terlahir kedunia ini yang membutuhkan perjuangan yang tidak mudah. Karena hanya kaum perempuanlah yang merasakan betapa beratnya ketika mengandung sembilan bulan dan menyusui sejak kita lahir sampai kita menjadi anak-anak.
   Ketiga, tujuan pernikahan adalah mereproduksi keturunan, agar manusia tidak punahdan hilang di telan sejarah. Agar pembicaraan manusia bukan sekadar atau kajian antropologis sebagaimana membicarakan binatang purba dan manusia primitif yang seolah-olah tidak lebih dari dongeng masa lalu. 
   Menurut masdar F. Mas'udi dalam Islam dan Hak-Hak Reproduksi Perempuan, Dialog Pemberdayaan (1997:71-87) bahwa secara kodrati, perempuan mengmban fungsi reproduksi umat manusia yang utamanya meliputi mengandung, melahirkan, menyusui anak. Dalam Al-Quran, fungsi kemanusiaan yang sangat berat ini di apresiasi secara mendalam dalam surat Al-Ahqaf ayat 15: 

Artinya:
" Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkan dengan susah payah (pula), mengandungnya sampai menyapihkan adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun, ia berdoa, " Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat engkau yang telah engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang engkau ridai, berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri." (Q.S. Al-Ahqaf:15)

   Beban yang amat berat kaum perempuan adalah melakukan reproduksi yang memperpanjang kehidupan manusia dalam sejarah dan peradaban panjang sampai sekarang ini. Al-Quran menetapkan perempuan sebagai makhluk yang amat mulia sehingga semua orang wajib memuliakan kaum perempuan yang telah melahirkannya.
   Selain penghargaan yang amat tinggi yang di limpahkan Allah kepada kaum perempuan, Rasulullah SAW memperkuatnya dengan hadis:

Artinya:
" Surga ada di telapak kaki ibu."

   Masdar F. Mas'udi (1997) mengatakan bahwa dalam sabdanya yang lain, Rasulullah menegaskan bahwa seharusnya kebaktian seorang anak kepada ibunya, kalau di takar adalah tiga kali lipat kebaktiannya kepada sang ayah. Sebagaimana di jelaskan bahwa seorang sahabat yang bertanya kepada Nabi Muhammad SAW, tentang kepada siapa ia harus berbakti, Rasulullah SAW menjawab sebanyak tiga kali, yaitu "kepada ibumu", dan keempatnya adalah kepada "bapakmu".

>Rukun Pernikahan 
 pernikahan danggap sah bila terpenuhi syarat dan rukunnya. Rukun nikah menurut Mahmud Yunus merupakan bagian dari segala hal yang terdapat dalam pernikahan yang wajib terpenuhi. Kalau tidak terpenuhi pada saat berlangsung, pernikahan tersebut dianggap bata. Dalam Kompilasi Hukum Islam (pasal 14). 
   Rukun nikah terdiri atas lima macam, yaitu adanya:
1) Calon suami 
2) Calon istri
3) Wali nikah 
4) Dua orang saksi
5) Ijab dan qabul
     Sulaiman Rasyid (2003:382) menjelaskan perihal yang sama bahwa rukun nikah adalah sebagai berikut:
Pertama, adanya sighat (akad), yaitu perkataan dari pihak perempuan, seperti kata wali, "Saya nikahkan engkau dengan anak saya bernama Surtini." Mempelai laki-laki menjawab, "Saya terima menikahi Surtini." Boleh juga di dahului oleh perkataan dari pihak mempelai, seperti, "Nikahkanlah saya dengan anakmu." Wali menjawab, " saya nikahkan englkau dengan anak saya ....," karena maksudnya sama. Tidak sah akad nikah, kecualidengan lafazh nikah, tazwij, atau terjemahkan keduanya.
Kedua, Adanya wali (wali si perempuan). Keterangannya adalah sabda Nabi Muhammad SAW:

Artinya:
"Barang siapa di antara perempuan yang menikah tanpa izin walinya, maka pernikahannya batal." (H.R. empat orang ahli hadis, kecuali Nasa'i)
Ketiga: adanya dua orang saksi. 

  Rasulullah SAW bersabda: "Janganlah perempuan menikahkan perempuan yang lain, dan jangan pula seorang perempuan menikahkan dirinya sendiri." (H.R. Ahmad)

>Syarat-Syarat Pernikahan
  Syarat-syarat pernikahan berkaitan dengan rukun-rukun nikah yang telah di kemukakan di atas. Jika dalam rukun nikah harus ada wali, orang yang memenuhi wali, orang yang menjadi wali harus memenuhi syarat-syarat yang di tentukan oleh Al-Qur'an, Al-Hadis, dan Undang-undang yang berlaku.
  Yang dianggap sah menjadi wali mempelai perempuan ialah menurut susunan di bawah ini:
  • Bapaknya,
  • Kakeknya (bapak dari bapak mempelai perempuan),
  • Saudara laki-laki yang seibu sebapaknya dengannya,
  • Saudara laki-laki yang sebapak saja dengannya,
  • Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu sebapak dengannya,
  • Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak saja dengannya,
  • Saudara bapak yang laki-laki(paman dari pihak bapak),
  • Anak laki-laki pamannya dari pihak bapaknya, 
  • Hakim.

   Wali dan saksi bertanggung jawab atas sahnya akad pernikahan. Oleh karena itu, tidak kecuali saksidari orang-orang yang memiliki beberapa sifat berikut:
  • Islam. Orang yang tidak beragama Islam tidak sah menjadi wali atau saksi,
  • Baligh (sudah berumur sedikitnya 15 tahun)
  • Berakal,
  • Merdeka,
  • Laki-laki,
  • Adil,
Dan juga untuk seorang wali harus dalam keadaan lapang dada atau iklash, maksud tidak terpaksa atau dalam keadaan ihram.
Previous
Next Post »
3 Komentar
avatar

LOMBA BLOG !
permisi, minat ikut lomba blog ?
Hello bloggers Indonesia! Dalam rangka menyambut Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri 1436 H Refiza Souvenir menyelenggarakan blog competition bagi para bloggers. Tuliskan semua hal tentang souvenir Islami dan dapatkan hadiah menarik dari Refiza. . syarat dan ketentuan http://www.refiza.com/blogcompetition2015/

Balas
avatar

Dear brides and grooms to be
Salam hangat dari HIS Seskoad Grand Ballroom Bandung.
Kami dengan bangga mempersembahkan venue terbaru kami yaitu “HIS Seskoad Grand Ballroom”, Gedung seskoad yang berletak strategis nan mewah yang menjadi favorit para calon pengantin ini kini berada di naungan HIS, untuk itu fasilitas yang terdapat di gedung seskoad grand ballroom kini berstandard seperti gedung HIS lainnya, “Ballroom full karpet eksklusif, AC, Lampu Kristal, dan design ruangan yang elegan&mewah”. Selain gedung, kami juga bekerjasama dengan banyak pilihan vendor ternama di Bandung, mulai dari catering, busana&MUA, dekorasi, music & entertainment, fotografi&videografi, MC, wedding car, hingga pelayanan yang kami miliki untuk membantu calon pengantin dari awal sampai akhir yaitu, Wedding Public Relations, Wedding Planner, dan Wedding Executor. Dengan sistem “One Stop Wedding Service”, Kami pastikan akan memberikan pelayanan terbaik dalam membantu dari awal hingga di hari Bahagia akang teteh
Untuk itu kami mengundang akang teteh calon pengantin, untuk datang ke pre-launching HIS Seskoad Ballroom kami, dan segera dapatkan HARGA PRE-LAUNCHING yang pasti akan sangat worth it dengan fasilitas dan pelayanan yang kami berikan serta BONUS FANTASTIS! untuk akang teteh calon pengantin Cuma di HIS SESKOAD GRAND BALLROOM.

For more info and detail call :
Wedding Public Relations HIS Seskoad Grand Ballroom
Jl. Gatot Subroto No. 96 Bandung.
Giyan : 082261170022 (WA)
INSTAGRAM : @his_seskoad @giyanti.hisseskoad

See u brides and grooms to be!
-HIS Wedding Venue Organizer-

Balas